Senin, 28 Juni 2010

Peternakan Rakyat dihancurkan oleh PMA integrator


-->
INVESTASI BUDIDAYA PANGAN
Berkacalah dari Bisnis Ayam Ras

Kompas, Rabu, 28 April 2010
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono- Wakil Presiden Boediono tampak bersemangat menggandeng swasta, baik nasional maupun asing, dalam usaha budidaya tanaman pangan. Sejumlah aturan diciptakan dalam waktu relatif cepat untuk mendukung hal itu sehingga terkesan tergesa-gesa.

Aturan itu mulai dari Undang-Undang No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah No 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, hingga Rancangan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan.

Keinginan pemerintah menggandeng swasta dalam budidaya pangan menimbulkan reaksi. Pasalnya, pangan merupakan komoditas strategis yang menentukan isi perut rakyat Indonesia.
Dibukanya peluang swasta masuk dalam usaha budidaya pangan polanya tidak jauh berbeda dari masuknya swasta ke bisnis ayam ras pedaging dan petelur.
 
Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih dalam bukunya, Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, mengisahkan perjalanan bisnis ayam ras. Dipaparkan, awalnya bisnis ayam ras merupakan usaha sambilan atau cabang usaha peternak rakyat.

Namun, setelah proyek percontohan ayam ras di Bogor, Jawa Barat, dan Yogyakarta awal 1970-an berhasil, usaha peternakan ayam dijadikan gerakan massa (Bimas ayam ras), perusahaan swasta pun mulai masuk bisnis ayam ras.
Bisnis ayam ras swasta melaju cepat. Mereka tak hanya masuk wilayah budidaya (on farm), tetapi juga ke usaha pembibitan, pakan, pemotongan, hingga distribusi dan pemasaran, bahkan hingga ke perdagangan ritel.

Hanya kurang dari 10 tahun, setelah swasta besar masuk, dominasi peternak rakyat dalam bisnis ayam ras tergusur. Gejolak pun terjadi dan baru pemerintah turun tangan dengan menerbitkan Keputusan Presiden No 50/1981 dan Keputusan Presiden No 22/1990 untuk melindungi kepentingan peternakan rakyat.

Melepas usaha peternakan ayam ras ke dalam mekanisme pasar bebas membuat peternakan rakyat pun tiarap. Peternakan rakyat tak sanggup bersaing dengan swasta yang berpengalaman, memiliki keterampilan dan modal kuat, menguasai teknologi, serta sanggup membangun bisnis dari hulu hingga hilir.

Menggantungkan usaha pada ternak ayam ras tidak lagi menguntungkan. Peternak ayam ras mandiri kerap tak berdaya dipermainkan harga ayam usia sehari (DOC), pakan, obat-obatan, dan harga jual yang sulit ditebak. Banyak peternak ayam ras mandiri jatuh bangkrut.
Mereka juga harus menghadapi pencurian atau perampokan ayam di kandang dan pemerasan oleh aparat keamanan setempat.
Pilihan satu-satunya agar dapat bertahan di usaha peternakan ayam ras adalah menjadi peternak plasma. Bermitra dengan perusahaan perunggasan multinasional, peternakan rakyat mendapat DOC, pakan, dan obat-obatan dari perusahaan inti. Pasar pun dijamin, peternak cukup menyediakan kandang.
Namun, celakanya, ketika harga ayam bagus, perusahaan inti buru-buru memasarkan ayam yang ada di kandang meski beratnya belum cukup. Kalau harga jelek, ayam peternak tak kunjung diambil. Beban kerugian mau tidak mau ditanggung peternak.
Bila protes, peternak langsung diancam dikeluarkan dari kemitraan. Keuntungan peternak plasma pun bisa dikontrol dan kecil. Mereka juga harus investasi kandang lagi setelah beberapa tahun. Akhirnya banyak peternak plasma yang menyerah.
Situasi yang dihadapi peternakan rakyat semakin sulit seiring dengan maraknya penyebaran virus flu burung.

Tak puas menguasai sebagian besar bisnis unggas, swasta dan pemerintah mulai ”menggusur” usaha ternak ayam kampung atas nama penanggulangan virus flu burung. Caranya, masyarakat dilarang memelihara ayam kampung. Kalaupun boleh, harus dengan jarak tertentu.
Bagaimana mungkin aturan ini dibuat di tengah kepemilikan lahan masyarakat yang sempit. Memelihara ayam kampung jauh dari rumah sama halnya dengan melarang rakyat memelihara ayam kampung. Padahal, ayam kampung merupakan kompetitor utama ayam ras karena dagingnya dinilai lebih sehat.

Masyarakat pun mulai takut memelihara ayam kampung. Akibatnya mereka tak lagi memiliki ”tabungan” yang semula dalam bentuk ayam sebagai cadangan keuangan keluarga.
Strategi yang sama
Pola yang sama tampaknya bakal diterapkan swasta dengan memburu bisnis pangan, khususnya di budidaya. Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Rachmat Pambudy sepakat dengan gejala itu.
Saat ini perusahaan swasta menguasai bisnis pembibitan padi dan jagung. Sebentar lagi bukan tidak mungkin mereka bakal masuk ke usaha budidaya pangan. Selanjutnya, hanya tinggal tunggu waktu mereka masuk dan menguasai bisnis pascapanen dan industri pengolahan. Langkah berikutnya sudah dapat ditebak, akan merambah ke perdagangan dan pemasaran, baik grosir maupun ritel.

Kalau sudah begitu, seperti peternak ayam ras, petani pangan bakal tergusur. Kemiskinan meluas, kelaparan merajalela. Produksi pangan tinggi, tetapi masyarakat tidak bisa membeli.
Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan politik tidak akan pernah stabil, konflik sosial meluas, dan ekonomi sulit tumbuh, bahkan mungkin terpuruk. (Hermas E Prabowo)

Komentar Redaksi PPUI :

Kerugian Pemerintah mencapai puluhan trilliun rupiah disaat sosialisasi Inmas & Bimas ayam ras sejak tahun 1969 bila usaha peternakan rakyat digusur secara kasar oleh para perusahaan PMA integrator. Bila pemerintah tidak mengambil tindakan untuk kembali memberdayakan peternakan rakyat, maka pemerintah turut serta menghancurkan gerakan ekonomi unggas nasional yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat.

Berlakunya UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan para perusahaan PMA mendapat peluang besar memperkosa ekonomi unggas nasional, sehingga peternakan rakyat dihancurkan sehingga berdampak kepada para perusahaan PMDN yang mengandalkan pemasaran produksinya kepada peternakan rakyat.

Rakyat Indonesia sangat mahal membiayai Pemerintah di Negara Indonesia karena Pemerintah tidak memikirkan apalagi berbuat untuk mensejahterakan rakyatnya. Selama ini yang ada adalah proyek-proyek yang dibentuk oleh pemerintah yang seoalah-olah untuk pemberdayaan rakyat lalu dibuat anggarannya di APBN setelah nantinya direalisasikan dilapangan, para aparat pemerintah (oknum yang banyak) menggerayangi dana proyek-proyek tersebut bagaikan anjing serigala yang sedang memperebutkan mangsanya. Bila pemerintah masih berpola seperti ini, yaitu pemerintahan rampok serta maling, tinggal tunggu waktunya akan datang rakyat akan melakukan gerakan revolusi sosial. (000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar dengan bahasa yang santun.