-->
PPUI Berjuang Berdasarkan UUD 1945 dan UU No.5 Tahun 1999 serta UU No.6 Tahun 1967 menolak UU No.18 Tahun 2009 (UU yang berisi muatan kehendak Kapitalis PMA asing)
Media Cetak
|
Judul Pada Halaman
|
Tanggal Terbit
|
1. Media Indonesia
|
Setelah Pasti Tersangka, Beddu Bisa Dicekal
|
3 Januari 2004
|
2. Kompas
|
Beddu Amang dan Empat Pengusaha Disangka Korupsi Pakan Ternak
|
3 Januaru 2004
|
3. Koran Tempo
|
Polisi Tahan Lagi Tersangka Skandal Pakan Ternak
|
24 Januari 2004
|
4. Kompas
|
Pemberkasan Korupsi Pakan ternak “Berumur” Setahun
|
1 April 2005
|
5. Kompas
|
Syamsir Siregar à PMA Segera Berhenti berinvestasi di Indonesia
|
9 Februari 2004
|
PMA Integrator Asing
Menguasai Bisnis Unggas Rp.100 Trilliun per Tahun
Membaca harian PR terbitan hari Kamis tanggal 12 Juni 2008, ada anggota DPR Komisi IV Ir. Syamsul Hilal mengatakan : “bahwa telah 13 Tahun di DPR, RUU PKH belum selesai dan mendorong agar segera disyahkan karena bukan hanya masalah Zoonosis tapi juga RUU ini memberikan perlindungan extra kepada Peternak Rakyat yang persentasenya 95% dari peternak Nasional serta UU No.6 Tahun 1967 sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman”.
Kami selaku pengurus DPP-PPUI Dewan Pimpinan Pusat (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia) atas nama Peternak Unggas Petelur & Pedaging seluruh Indonesia, merasa sangat perlu untuk menjawab pernyataan yang bertentangan dan sangat menyimpang dari Ir. Syamsul Hilal sebagai anggota DPR Komisi IV tersebut.
Bahwa telah terjadi upaya untuk mengganti UU No.6 Tahun 1967 (tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan) menjadi UU yang baru (Rancangan Undang Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan = RUU-PKH) dan didalam Pasal-Pasal-nya telah dimasuki oleh pemikiran kepentingan perusahaan PMA dalam usaha perunggasan Nasional yang selanjutnya menghilangkan peran dan sebutan peternakan rakyat didalamnya. Kita ketahui bersama bahwa amanat bedasarkan UU No.6 Tahun 1967, “Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan” (Pasal 10 ayat 1). Kenyataan yang terjadi, Pasal ini dihilangkan dalam RUU-PKH. Selanjutnya usaha peternakan rakyat sebelumnya telah dimatikan, dengan cara para perusahaan besar PMA mengusai usaha industri dari hulu sampai kehilir yaitu dengan Kartel dan Memonopoli bisnis perunggasan Nasional (Saat ini telah menguasai lebih 50% pangsa pasar Nasional).
Saat ini se-olah-olah ada upaya menyelenggarakan peternakan yang melibatkan rakyat, akan tetapi sesungguhnya adalah exploitasi potensi rakyat yang menyebutkannya dengan peternakan unggas kemitraan.
Para perusahaan besar PMA bebas melakukan budidaya komersial farm atas nama Kemitraan dan menjual seluruh hasil produksinya ke pasar tradisional di dalam negeri yaitu pasar yang telah lama dibentuk dan dibina oleh para Peternak Rakyat. Harga di pasar tradisional selalu hancur apabila hasil panen dari kandang perusahaan besar PMA masuk. Peternakan rakyat kemitraan ini, adalah merupakan kepanjangan tangan dari usaha integral monopolistis yang dilakukan oleh perusahaan besar PMA integrator.
Integrasi usaha yang digembar-gemborkan untuk terciptanya efisiensi produksi, tidak berlaku pada usaha perunggasan Nasional buktinya selama ini, dengan keberadaan PMA di Indonesia, harga DOC dan Pakan adalah yang sangat mahal didunia kemudian Indonesia tidak pernah swasembada jagung untuk menciptakan efisiensi harga Pakan unggas.
#. Efisienkah perusahaan PMA integrator ?
Kalaulah PMA integrator efisien maka harga DOC dan Pakan akan sangat kompetitif. Kenyataannya produksi DOC BEP Rp.2.000.- dijual kekonsumen Rp.3.600,-/ekor. Pakan/Feed BEP Rp. 3.000,- dilual kekonsumen Rp.4.800,-/Kg. Apakah ini dikatakan efisien ? Harga yang dijual kepada masyarakat adalah sangat mahal dari hasil produksi PMA integrator. Harga karkas bersih untuk ayam pedaging di konsumen menjadi Rp. 20.000,- s/d Rp. 25.000,-/Kg sedangkan harga karkas bersih di AS hanya US $.1,2,-/Kg. Bagaimana mungkin PMA integrator dikatakan efisien pada kenyataan dipasar Nasional DOC, Pakan dan Karkas unggas adalah termahal didunia. Integrasi dasarnya adalah kompetitif dan PMA integrator seharusnya dapat mengekspor hasil unggas akan tetapi selama ini PMA integrator yang ada di Indonesia sepenuhnya hanya memanfaatkan potensi pasar Dalam Negeri (DN) serta merampas pasarnya para peternak rakyat. Tidak ada kemampuan untuk export hasil unggas secara berkelanjutan. Berikutnya adalah exploitasi kepada konsumen produk unggas di Indonesia.
#. Perusahaan PMA integrator merampas lahan usaha Budidaya dan mematikan Usaha Unggas Rakyat :
Sangat sering terjadi kenaikan harga DOC (Day Old Chick) sebagai bagian dari salah satu komponen harga pokok usaha peternakan rakyat. Pada saat ini kembali para perusahaan besar yang tergabung dalam assosiasi Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) bersama Gabungan Pengusaha Peternakan Indonesia (GAPPI) kembali melakukan kejahatan kelasiknya menaikkan secara serempak harga DOC.
Untuk yang kesekian kalinya, sejak Bulan Agustus 2002 yang lalu sampai Januari 2008 telah terjadi berkali-kali kenaikan harga DOC secara serempak disemua perusahaan Breeding Farm (BF) PMA maupun PMDN dari harga rata-rata Rp. 2.000,-/ekor menjadi >Rp. 3.600,-.
Perdagangan Pakan dan DOC tidak ditentukan oleh harga berdasarkan permintaan dan penawaran konsumen serta persaingan efisiensi yang sehat dikalangan industri Pakan dan Bibit ayam, akan tetapi ditentukan dengan selera bersama para perusahaan Pakan dan Breeding Farm melalui asosiasi GPMT dan GPPU. Perusahaan yang tidak kompak dalam kesepakatan harga Pakan dan DOC yaitu menjual dibawah harga yang ditetapkan, diberi sanksi oleh GPMT dan GPPU. Tingkat harga Pakan dan DOC serta pasokannya ditentukan secara Kartel. Perilaku usaha unggas semacam ini telah berlangsung lama dan terjadi ketidak pastian usaha hingga semakin menambah barisan panjang kematian usaha peternakan rakyat kecil yang saat ini hanya tinggal 7% dari ±80.000 peternak unggas rakyat di Indonesia. Mayoritas usaha peternakan rakyat yang tinggal 7% selama ini, dijalankan dan dikelola oleh para alumnus perguruan tinggi sehingga manajemen usaha peternakan rakyat sangat mengenal Manajemen Usaha serta aspek-aspek efisiensi yang harus diterapkan didalamnya. Terbukti dalam kondisi yang sangat berat saat ini, masih banyak peternak rakyat yang masih bisa bertahan. Hal ini menunjukkan betapa sistem efisiensi telah terjadi dan berjalan dalam usaha peternakan rakyat.
Saat ini PMA telah menguasai pangsa pasar Nasional sebesar lebih dari 50% selama 13 Tahun ini telah terjadi pelanggaran terhadap UU No.6 Tahun 1967 dengan cara Kartel dan Monopoli usaha yang dilakukan oleh PMA integrator dari Thailand. Haklikat dari penggantian UU No.6 Tahun 1967 adalah pengambil-alihan/perampasan wilayah usaha perunggasan rakyat dan melegalkan kejahatan ekonomi yaitu Kartel dan Monopoli yang dilakukan oleh PMA unggas selama ini.
#. Perputaran uang saat ini pada usaha perunggasan Nasional .
Perputaran uang pada Bisnis perunggasan Nasional mencapai Rp. 100 Trilliun/Tahun.
- Kebutuhan Pasar Daging Unggas Nasional ± 1,7-2 Juta Ton/Tahun.(70% x 2M x Rp.20.000,-/Kg)… Rp. 28,00 T
- Telur ayam ± 1 Juta Ton/Tahun (1 M x Rp. 10.000.-/Kg) ………………………………………………... Rp. 10,00 T
- Ayam Panen dari kandang budidaya (2 Juta Ton x Rp.12.000,-/Kg) …………………………………… Rp. 24,00 T
- Kebutuhan DOC ± 1,5 Milyar ekor/Tahun (1,5 M x Rp. 3.500,-/ekor) ………………………………….. Rp. 5,25 T
- Kebutuhan Pakan ± 7 Juta Ton/Tahun. (7 M x Rp. 4.000,-/Kg) ……………………..………………….. Rp. 28,00 T
- Obat & Vitamin. (5%) ….…………………………………………………………………………………...…. Rp. 4,60 T
Bila keuntungan minimal usaha PMA 15%/Tahun, berarti ada Rp. 15 Trilliun/Tahun, bila UU-PKH berumur 30 tahun maka UU tersebut dapat mendatangkan keuntungan pada sektor usaha perunggasan sebesar Rp. 450 Trilliun. Selama ini bisnis perunggasan Nasional dikuasai lebih 50% pangsa pasar oleh satu perusahaan PMA yang selama ini menseponsori penggantian UU No.6 Tahun 1967.
Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit Flu Burung Nasional, terjadi ketidak adilan pelaksanaan pemusnahan unggas. Yang dimusnahkan selama ini adalah ayam miliknya masyarakat apabila terdeteksi adanya manusia suspek Flu Burung. Padahal kita ketahui kandang Breeding Farm miliknya perusahaan PMA banyak yang terkena Flu Burung. Telah terjadi pembantaian ayam kampung sebanyak lebih 100 juta ekor sehingga asupan protein dari ayam kampung akan beralih kepada ayam ras yang telah didomonasi oleh PMA integrator.
#. UU No.6 Tahun 1967 masih sangat relevan.
UU No.6 Tahun 1967 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, masih sangat relevan untuk kepentingan masyarakat banyak dalam rangka mencukupi kebutuhan protein, meningkatkan kesempatan berusaha, ekspor dan kesejahteraan rakyat secara adil dan jauh kedepan serta mempertahankan yang tidak bisa ditawar-tawar adalah dalam UU No.6/1967 pada Pasal 10 tentang Peternakan Rakyat ayat (1) Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan. Serta Bab II Pasal 8 Tujan peternakan “ Peternakan diselenggarakan dengan tujuan untuk : butir c. mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak” dan pasal-pasal ini merupakan amanat didalam UUD 1945 dan merupakan hak rakyat. Dalam kata lain, PPUI menghendaki UU No.6/1967 agar tetap dipertahankan dan Pemerintah konsekwen untuk menjalankannya.
Berdasarkan hal di atas, sebenarnya RUU-PKH adalah inskontitusional dan para perusahaan besar PMA dan kelompoknya serta Pemerintah telah melanggar :
UU No.6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan & Kesehatan Hewan yang masih berlaku sampai saat ini terutama melanggar Pasal 5, Pasal 8c dan Pasal 10 ayat 1;2. Bagi Pemerintah yang tidak menjalankan UU juga harus bertanggung jawab karena membiarkan/membebaskan para pelanggar UU dalam periode yang cukup panjang.
UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yaitu Pasal 1,2,3,4 dan Pasal 6,7,8,9,10,11,12,13,14, Pasal 16, Pasal 26,27,28,29,30,31.
UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Pasal 2,3,4,5,6,7, Pasal 11,13,,14,15 dan Pasal 17.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
PPUI berharap, potensi pasar Dalam Negeri yang cukup besar ini, harus memberikan dampak peluang usaha sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak sesuai dengan misi UU No. 6/1967. Budidaya peternakan & market tradisional adalah asset daerah, Membuat UU ibarat menyusun hadist shoheh harus memiliki pengetahuan yang luas & lengkap serta bebas dari kepentingan pribadi/golongan karena menyangkut nilai kesejahteraan rakyat banyak, berapa lama atau berapa kali seminar/pembahasan kalau tidak memenuhi persyaratan diatas tidak akan bermanfaat UU tersebut bagi masyarakat. Bila dipaksakan bakal ada masalah dikemudian hari.
Oleh karena itu, para pelaku perunggasan Nasional bersama Pemerintah bersegera merubah pola pikir dan pola tindak kearah pemberdayaan masyarakat Indonesia.(asw)
REGULATION LOUNDRING
Dalam Lembaga Pendidikan Tinggi Kita
Pernyataan Rektor IPB Dr. Ir. Herry Suhardiyanto MSc. Mengatakan “IPB Untuk Mada Depan Bangsa” adalah merupakan pernyataan yang sangat diharapkan masyarakat. Apalagi IPB berani memposisikan diri pada garda terdepan dengan perspektif baru “Pembangunan Nasional yang berbasis Pertanian dalam arti yang luas dan mendasarkan pada prinsip-prinsip berkedaulatan, berkeadilan dan berkelanjutan”. Hal ini adalah selaras dengan hakekat UUD 1945 yang telah diimplementasikan dalam UU No.6 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pernyataan serta keberanian memposisikan IPB tersebut diatas, adalah sangat bertentangan dengan realita yang terjadi selama ini di IPB dimana semangat dadakan untuk menggantikan UU No.6 Tahun 1967 muncul dari para Dosen Senior IPB yang berpuncak pada pembentukan Tim 11 (terdiri dari para dosen senior IPB) untuk membahas serta mengkaji relevansi UU No.6 Tahun 1967 dengan kondisi peternakan saat ini. Hal yang sangat menarik, MENTAN-RI yang saat itu DR.Ir. Bungaran Saragih memfasilitasi Tim 11 dengan menerbitkan SK-Mentan No. …….. yang khusus untuk membahas serta mengkaji UU No.6 Tahun 1967 untuk diganti dengan UU yang baru, sehingga dalam proses kajian yang katanya cukup panjang dengan biaya yang cukup besar sampai lebih dari Rp. 2 Milyar lahirlah Draft Rancangan UU Pertanian dan Kesehatan Hewan (UU-PKH). Saat ini RUU-PKH tersebut telah dirampungkan di Komisi IV DPR-RI yang pembahasannya sangat tergesa-gesa 50 hari menjelang PEMILU 2009 selanjutnya telah sampai pada PANJA DPR-RI. Bagaimana kita bisa mendapatkan kualitas UU yang baik dan benar serta berkeadilan kalau dibahas oleh DPR-RI secara tergesa-gesa.
Perjalanan panjang RUU-PKH.
Berita Harian Pikiran Rakyat tanggal 12 Maret 2009
BANDUNG, (PR).-
Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) meminta pemerintah dan DPR RI tidak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan (RUU PKH) yang dikabarkan kini sudah masuk Panja RUU. Mereka menilai RUU PKH sarat kepentingan politis dari pemodal asing, apalagi pembahasannya terkesan dipaksakan yang hanya enam puluh hari menjelang Pemilu 2009.
Staf Ahli PPUI Waryo Sahru dan Ashwin Pulungan, di Bandung, Kamis (12/3) mengatakan, jika RUU PKH itu disahkan, diperhitungkan akan menghabisi usaha peternakan rakyat, terutama unggas. Soalnya, ada substansi yang akan dijadikan "jembatan" oleh perusahaan modal asing (PMA) unggas untuk menghabisi peluang usaha peternakan unggas rakyat berkembang, yaitu industri yang terintegrasi.
Mereka menduga adanya kelompok PMA yang berupaya memengaruhi para politisi di Indonesia, dalam suasana menjelang pemilu ini. Padahal, dampaknya akan sangat merugikan peternak rakyat, sedikitnya sampai tiga puluh tahun ke depan, seperti normalnya masa berlaku undang-undang.
Mengapa PPUI Minta RUU-PKH di Batalkan ?
Memperhatikan serta melihat gerakan untuk mengubah UU Peternakan, sehingga menjadi RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, terlihat nyata disini, yang menginginkan perubahan UU tersebut adalah masyarakat perguruan tinggi peternakan dan lembaga penelitian serta Ditjen Bina Pronak Departemen Pertanian yang dikompori dan disponsori serta difasilitator dibelakangnya dengan dana yang cukup besar oleh para perusahaan besar PMA dibidang perunggasan. Masyarakat praktisi usaha perunggasan terutama disektor budidaya, tidak sama sekali menginginkan perubahan UU No.6/1967 tersebut. Hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu permohonan dari berbagai asosiasi perunggasan maupun dari asosiasi hewan besar untuk mengganti UU No.6/1967 tersebut. Hal yang sangat lucu, adalah yang paling bersemangat dan bernafsu serta heroik untuk melakukan perubahan UU No.6/1967 ini adalah Perguruan Tinggi Peternakan seperti IPB, UGM, UNIBRAW, UNRAM dan Lembaga Penelitian. Mereka ini adalah SDM teoriwan yang belum menghayati dan menyelami permasalahan nyata dan rinci tentang usaha ekonomi peternakan Nasional terutama disektor perunggasan dan hewan besar. Bagaimana mungkin dapat dihasilkan RUU yang bersifat adil serta mampu mengadopsi aneka permasalahan sosial ekonomi peternakan itu sendiri kalau pelaksana RUU-nya tidak menguasai permasalahan dilapangan yang seobjektif mungkin. Tidak mungkin bisa didapat suatu hasil RUU yang baik serta mencakup kepentingan semua pihak hanya melalui mekanisme Lokakarya dan Seminar serta pertemuan-pertemuan sepihak. Untuk mendapatkan RUU yang baik, harus melibatkan semua pihak dan yang berperan adalah SDM yang sangat menguasai materi permasalahan peternakan Nasional serta para praktisi dan para ahli dibidang peternakan.
Kita ketahui bersama, bahwa potensi ayam ras Nasional cukup besar terutama :
- Potensi Pasar Indonesia adalah No.4 terbesar di dunia.
- Kebutuhan Pasar Daging Unggas Nasional ± 1,2 - 1,5 Juta Ton/Tahun ; ± 800 ribu Ton telur/Tahun.
- Kebutuhan DOC ± 1,2 -1,5 Milyar ekor/Tahun.
- Kebutuhan Pakan ± 5,5 - 6 Juta Ton/Tahun.
- Perputaran uang di usaha unggas Nasional saat ini telah mencapai ± Rp. 100 Trilliun/Tahun.
- Dapat menyerap kesempatan usaha bagi ± 24.000 alumni Fapet & FKH.
- Lapangan pekerjaan ± 2,5 Juta orang tenaga kerja di sektor usaha perunggasan.
#. Perputaran uang saat ini pada usaha perunggasan Nasional .
Perputaran uang pada Bisnis perunggasan Nasional mencapai Rp. 100 Trilliun/Tahun.
- Kebutuhan Pasar Daging Unggas Nasional ± 1,7-2 Juta Ton/Tahun.(70% x 2M x Rp.20.000,-/Kg)… Rp. 28,00 T
- Telur ayam ± 1 Juta Ton/Tahun (1 M x Rp. 10.000.-/Kg) ………………………………………………... Rp. 10,00 T
- Ayam Panen dari kandang budidaya (2 Juta Ton x Rp.12.000,-/Kg) …………………………………… Rp. 24,00 T
- Kebutuhan DOC ± 1,5 Milyar ekor/Tahun (1,5 M x Rp. 3.500,-/ekor) ………………………………….. Rp. 5,25 T
- Kebutuhan Pakan ± 7 Juta Ton/Tahun. (7 M x Rp. 4.000,-/Kg) ……………………..………………….. Rp. 28,00 T
- Obat & Vitamin. (5%) ….…………………………………………………………………………………...…. Rp. 4,60 T
Bila keuntungan minimal usaha PMA 15%/Tahun, berarti ada Rp. 15 Trilliun/Tahun, bila UU-PKH berumur 30 tahun maka UU tersebut dapat mendatangkan keuntungan pada sektor usaha perunggasan sebesar Rp. 450 Trilliun. Selama ini bisnis perunggasan Nasional dikuasai lebih 50% pangsa pasar oleh satu perusahaan PMA yang selama ini menseponsori penggantian UU No.6 Tahun 1967.
Sebenarnya potensi yang besar ini, bagi Pemerintah sangat berpeluang untuk dapat melakukan percepatan pendapatan masyarakat dengan melibatkan rakyat sebanyak-banyaknya disektor peternakan unggas ayam ras. Oleh karena itu UU No.6/1967 yang masih relevan ini sudah mencantumkan kepentingan rakyat banyak untuk terlibat dalam disektor ekonomi peternakan dan sudah merupakan hak patent bagi peternak-rakyat yang telah tertuang dalam bentuk UU No.6/1967.
Selama ini kami memperhatikan pelaksanaan lokakarya maupun seminar yang dilakukan oleh perguruan tinggi peternakan terhadap RUU ini, tidak transparan termasuk naskah RUU-nya yang tidak disosialisasikan kepada para pelaku peternakan di Indonesia. Kami dari PPUI (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia) yang telah lama berkecimpung didalam praktek budidaya serta permasalahan nyata dan rinci tentang sosial ekonomi perunggasan Nasional, belum pernah mendapatkan naskah RUU tersebut apalagi diundang didalam banyak pertemuan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini pasti menimbulkan tanda tanya bagi kami peternak rakyat, ada apa dibalik proses pembuatan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini ? Apakah untuk memuluskan kehendak dan selera murahan segelintir para perusahaan PMA perunggasan untuk melindungi serta melegalisir pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi yang selama ini mereka lakukan ? Inilah suatu bukti konspirasi yang dilakukan oleh pihak asing dalam potensi ekonomi unggas Nasional.
Siapakah Tim Perumus (Tim 11) RUU-PKH ?
Selama ini yang terus berupaya agar RUU-PKH untuk dijadikan UU adalah orang-orang yang mengaku-aku memiliki intelektualitas, integritas dan dedikasi tinggi padahal sebenarnya kalau dilihat dari hasil kerja mereka dari RUU-PKH mereka adalah penghianat perunggasan Nasional yang seharusnya melibatkan sebanyak mungkin rakyat dalam usaha peternakan. Mereka bahkan memuluskan upaya penjajahan dalam usaha ekonomi perunggasan Nasional.
Banyak seminar-seminar terselubung yang diselenggarakan di Universitas maupun di gedung umum seolah-olah murni dari mahasiswa atau asosiasi peternak yang hanya semata untuk mensosialisasikan RUU-PKH. Hasil investigasi kita, gerakan sosialisasi ini didanai oleh PMA integrated yang mendominasi dan tergabung dalam GPPU & GPMT.
Formasi Perumus Tim 11 | Jumlah (Org) | Professi Sebagai | Keberpihakan kepada PMA integrated |
1. Ketua ISPI | 1 | Dirut PT.Obat Elc PMA.Inc. | Sungguh sangat tinggi |
2. Anggota ISPI | 3 | Dosen /Kar.PMA/Pem. | Sangat tinggi & Loyal |
3. Anggota PDHI | 1 | Dosen /Kar.PMA/Pem. | Sangat tinggi |
4. Pemerintah | 3 | Kar.Deptan | Sangat tinggi & Loyal |
5. Perguruan Tinggi | 3 | Dosen /Kar.Pem. | Sangat tinggi & Loyal |
Kar.= Karyawan ; Pem.= Pemerintah Dari aneka sumber PPUI
Para anggota Tim 11, selalu merasa benar sendiri dalam pembuatan RUU-PKH dan mereka tidak menyadari bahwa untuk melahirkan UU diperlukan masukan dari berbagai pihak. Semakin banyak pemikiran dan partisipasi masyarakat peternak yang menyumbangkan konsep pemikirannya, UU itu akan berkualitas baik karena dapat mengakses kepentingan banyak pihak. Ada apa dengan Tim 11 dalam RUU-PKH ?
Memperhatikan formasi ini, RUU-PKH sangat berbahaya untuk diaujukan kepada DPR-RI karena telah bertentangan dengan UUD’45, UU No.5/1999, UU No.9/1999, UU No.32/2004 serta kemungkinan besar akan terjadi politik uang. Apalagi dicermati selama ini, usulan-usulan pada seminar RUU-PKH yang disampaikan peserta seminar dan diterima Tim 11, selalu tidak dimasukkan pada draft RUU-PKH. Memperhatikan prospek peternakan kedepan, apabila RUU-PKH masih tetap harus diubah, PPUI mengusulkan agar Tim 11 dibubarkan dan diganti dengan Tim lain yang lebih bersih dan memiliki kompetensi untuk berfikir adil karena UU untuk jangka panjang dan memberi kesempatan luas bagi semua rakyat untuk menjalankan dan mematuhinya.(♫♫♫)
Sudah sadarkah masyasrakat di perguruan tinggi terutama para Dosen Senior dan Junior yang telah menerima secara polos dan mentah konsep RUU, lalu dianggap RUU tersebut sebagian dari Pasal-Pasalnya telah sesuai dengan konsep dan tatanan keadilan, keseimbangan dan kesetaraan sesuai dengan aspek hukum lainnya yang berlaku serta sesuai dengan UUD 1945 yang berjalan. Memperhatikan terbentuknya beberapa produk hukum yang dihasilkan selama ini, banyak RUU yang di buat oleh pihak Asing sehingga pasal-pasalnya memihak pada kepentingan Asing terutama PMA yang berinvestasi di Indonesia. Janganlah Perguruan Tinggi di Indonesia dijadikan ajang “Regulation Loundring” (Pencucian Undang-Undang) yang seolah-olah RUU berasal murni dari masyarakat atau keinginan dan kebutuhan dari masyarakat padahal RUU tersebut adalah rekayasa pihak PMA di Indonesia.
Harapan dari peternak rakyat untuk mensolusi sektor perunggasan ayam ras adalah :
1. Ketentuan UU No. 6/1967 masih sangat relevan dengan kondisi perunggasan saat ini, karena UU ini lebih menekankan :
- Tentang memberi peluang pembukaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat,
- Memiliki muatan misi mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak”,
- Kecukupan gizi bagi masyarakat yang higienis, halal dan harga terjangkau/kompetitif,
- Expor.
2. Ketentuan UU No. 5/1999 Tentang Persaingan Usaha secara Sehat, agar dapat ditegakkan & dijalankan secara benar.
3. Keppres No.22/1990 yang telah dicabut, harus segera diterbitkan Keppres pengganti yang telah selesai dibuat Draft finalnya
4. Keppres No.127/2001 tanggal 14 Desember 2001 Tentang Pencadangan Bidang Usaha Kecil pada Sektor Pertanian, hanya untuk peternakan ayam buras saja, tapi usaha Peternakan Ayam Ras yang telah berpotensi dan padat karya harus dimasukkan dengan mengganti “ayam buras” menjadi “ayam ras dan unggas buras lainnya”. (Keppres No.127/2001 harus segera direvisi
5. Diperlukan kebijakan dan kesepakatan dari semua pihak dalam perunggasan Nasional yang dapat membenahi usaha perunggasan Nasional dan peternak rakyat kearah suasana usaha yang kondusif.
6.Penegakan hukum dan aturan didalam tataniaga usaha perunggasanNasional. Penyelewengan atas subsidi bagi peternak
7. Potensi pasar Nasional harus dimanfaatkan sebesarnya oleh pelaku usaha didalam negeri dan pelaku usaha peternakan rakyat mengambil porsi usaha dibidang budidaya sebesar-besarnya dan Perusahaan Pabrikan mengambil porsi dibidang pembibitan dan pakan serta budidaya daging/telur untuk ekspor.
8. Sangat diperlukan suatu segmentasi pasar baik didalam negeri maupun luar negeri sehingga pasar didalam negeri tidak menjadi ajang persaingan usaha yang negatif diantara pelaku bisnis unggas yang dapat memperlemah kekuatan ekonomi unggas didalam negeri untuk menghadapi pasar bebas mendatang.
9. Sangat diperlukan sistem informasi perunggasan Nasional yang akurat sehingga dapat menjadi alat pensetabil, perencanaan serta menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan.