Minggu, 04 April 2010

UU No.18 Tahun 2009 Batal Secara Hukum


-->
UU No.18 Tahun 2009 di Peternakan Yang Memihak PMA   Asing Dan Sangat Amburadul


(UU ini telah batal demi hukum atas Pasal 44 ayat 4 vs Pasal 47 ayat 5)

Jalan panjang proses lahirnya UU No.18 Tahun 2009 yang disebut-sebut oleh para pejabat Pemerintah, Menteri Pertanian Anton Apriantono (saat ini sudah mantan) serta para guru besar di Perguruan Tinggi (PT) IPB, adalah jalan panjang yang kenyataannya berjalan ditempat. Ini adalah suatu bentuk kebohongan publik. Para pembohong yang berkedok pemimpin dan tokoh peternakan ingin memperlihatkan betapa hebat dan dalam serta apiknya Pasal demi Pasal serta telah melalui kajian yang matang dan dalam serta akurat tentang permasalahan peternakan di Indonesia yang telah tertuang dalam RUU. Pada kenyataannya UU No.18/2009 ini adalah UU yang sangat amburadul isinya dan bahkan beberapa pasal yang saling bertentangan.

Pernyataan yang mengatakan bahwa UU No.6 Tahun 1967 sudah tidak relevan lagi adalah pernyataan yang sangat tidak berwawasan. Justru UU No.18/2009 inilah yang sangat tidak relevan bahkan merupakan UU yang anti ekonomi rakyat serta mengutamakan investor besar asing. Dikatakan oleh mantan Mentan RI Sdr.Anton Apriyantono bahwa UU No.18/2009 lebih lengkap dan luas. Bagi investor asing tentu lebih lengkap dan luas, akan tetapi bagi ekonomi rakyat sebaliknya. Negara ini adalah rakyat yang punya, seharusnya ada segmentasi pasar dimana pasar Dalam Negeri diperuntukkan seluas-luasnya bagi hasil produksi peternakan rakyat dan perusahaan PMA bias mengambil porsi bisnis SAPRONAK-nya dan ekspor.


Dalam pengamatan kita terhadap UU No.18/2009, banyak sekali pasal-pasal yang memberi peluang serta memihak kepada perusahaan PMA integrator dimana selama berlakunya UU No.6 Tahun 1967 para perusahaan PMA integrator melakukan kejahatan ekonomi di sektor perunggasan Nasional berupa Kartel dan Monopoli dari hulu-hilir dan merupakan pelanggaran terhadap UU No.6 Tahun 1967 dimana saat ini menjadi kejahatan berlanjut yang dilegalkan dalam bentuk UU No.18 Tahun 2009 sehingga kejahatan itu menjadi disyahkan.
Kami akan perlihatkan kepada masyarakat argumentasi kebohongan mereka yang tertuang kedalam UU No.18 Tahun 2009 melalui tulisan yang kami paparkan di media ini :

Masuknya pemikiran asing dalam UU No.18 Tahun 2009 :
Dalam UU No.6 Tahun 1967
Pasal 8c :
“Tujuan peternakan mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak”.
Pasal 10 ayat 1 :
“Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan”.
Usaha perunggasan Nasional dengan sistem Peternakan Rakyat dan Koperasi.
Dalam UU No. 18 Tahun 2009
Bab II Pasal 2 ayat 1 :
“Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan diseluruh wilayah NKRI yang dilaksanakan secara tersendiri dan atau melalui integrasi dengan budidaya tanaman pangan hortikultura perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait”.
Usaha perunggasan Nasional dengan sistem Integrasi. (Sistem Neo-Liberal-Kapitalis)
Kita perhatikan pada Bab II Pasal 2 ayat 1 UU No.18 Tahun 2009 diatas tujuan peternakan adalah diselenggarakan di seluruh wilayah NKRI yang dilaksanakan secara tersendiri dan atau melalui integrasi tidak lagi bertujuan strategis dan nyata untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat petani peternak dan penyelenggaraan peternakan melibatkan sebanyak mungkin rakyat banyak hanya menjadi sasaran sampingan dan tidak menjadi sasaran utama sebagaimana tertuang dalam UU No.6 Tahun 1967. Inilah salah satu susupan pemikiran PMA asing. Walaupun pada pasal 32 dalam Budidaya ayat 1 : “Pemerintah dan pemerintah daerah mengupayakan agar sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budidaya ternak”. Pasal ini merupakan pasal berpura-pura memikirkan keterlibatan masyarakat banyak. Bagaimana rakyat/masyarakat banyak bisa beternak budidaya sedangkan perusahaan besar PMA dan PMDN juga melakukan usaha budidaya ternak yang sama lalu dipasarkan pada pasar DN yang sama. Peternak masyarakat (rakyat) tentu tidak akan bisa bersaing menghadapi perusahaan besar PMA. Para perusahaan PMA yang selama ini melanggar UU No.6 Tahun1967 melakukan bididaya komersial untuk dipasarkan pada pasar DN dan saat ini disyahkan dan dilegalkan dalam UU No.18 Tahun 2009.

Perhatikan UU No.18 Tahun 2009 Pasal 44 ayat 4 :
“Pemerintah memberikan kompensasi bagi hewan sehat yang berdasarkan pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan harus didepopulasi”.

Pada Pasal 47 ayat 5 :
”Pemerintah tidak memberikan kompensasi bagi hewan yang berdasarkan pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan harus dimusnahkan”.

Pertentangan antara Pasal 44 ayat 4 dengan Pasal 47 ayat 5 adalah suatu bukti UU No.18 Tahun 2009 ini, tidak dikaji dan dibahas secara benar dan baik oleh DPR-RI periode 2004-2009 mengingat sejarah pengesahannya yang sangat terburu-buru disaat berakhirnya masa tugas DPR-RI pada tanggal 12 Mei 2009 serta momen sibuk-sibuknya pemilihan Presiden RI. Pada saat itu para partai sedang lapar dana kampanye dan tidak tertutup kemungkinan uang haram bermain. Apa lagi dikaitkan dengan pernyataan jalan panjang RUU-PKH ini oleh para guru besar IPB, Mentan-RI, para pengurus assosiasi bentukan PMA serta para brutus bangsa yang seolah-olah RUU sudah melalui tahapan yang sangat dalam dan sangat benar untuk menjadi UU No.18 Tahun 2009 padahal sebaliknya. Sebenarnya dengan adanya pertentangan antara dua Pasal diatas, UU ini sudah batal demi hukum positip yang berlaku di Indonesia. (PPUI-Ashwin Pulungan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar dengan bahasa yang santun.