Senin, 21 November 2011

UU No.18 Tahun 2009 Mendukung Monopoli dan Kartel Unggas Nasional


UU No.18 Tahun 2009 Mendukung Monopoli dan Kartel Unggas Nasional

Surat terbuka DPP-PPUI

Menteri Pertanian RI Ir. Suswono mengatakan dengan semangatnya bahwa usaha perunggasan Nasional harus didukung dan diberikan kesempatan untuk terus tumbuh dan berkembang, jangan sampai industri perunggasan dalam negeri yang sudah dibangun sekian lama hancur karena Impor. Justru perunggasan dalam negeri telah dihancurkan oleh perusahaan PMA unggas di Indonesia terbukti hancurnya usaha peternakan rakyat serta melemahnya PMDN unggas. Pernyataan tersebut menunjukkan besarnya keberpihakan sang menteri Pertanian kepada para perusahaan industri perunggasan PMA besar integrator yang telah lama menghancurkan ratusan ribu usaha peternakan unggas rakyat di dalam negeri sehingga menimbulkan pengangguran baru dibidang perunggasan. Bahkan bidang usaha pertanian jagungpun tidak kondusif karena petani jagung selalu dipermainkan dengan harga murah disaat panennya. Kulminasi penghancuran usaha rakyat ini, adalah digantinya UU No.6 Tahun 1967 menjadi UU No.18 Tahun 2009 (UU yang melegalkan kejahatan ekonomi unggas yaitu berupa Monopoli dan Kartel). Kejahatan ekonomi tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil serta Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


Sejak berlakunya UU No.18 Tahun 2009 selama dua tahun ini, usaha perunggasan Nasional semakin terpuruk dan parah yang ditandai dengan banyaknya usaha peternakan rakyat gulung tikar secara permanen. Hal ini terjadi karena seringnya komponen harga pokok di peternak mengalami kenaikan dalam jangka panjang serta terjadi penurunan yang tiba-tiba dalam waktu singkat setelah itu naik lagi secara tajam sementara harga ayam panen dikandang peternak rakyat harganya tidak bisa diprediksi. Kenyataan ini sebenarnya sudah lama terjadi, akan tetapi sejak berlakunya UU No.18/2009 hingga kini kondisinya lebih parah lagi sehingga usaha peternakan unggas rakyat mengalami kerugian yang berkepanjangan sehingga modal kerja usaha rakyat tidak bisa tertutupi dengan usaha yang ada serta hutang peternak semakin banyak dan membesar kepada perusahaan Breeding Farm dan FeedMill.

Komponen Hrg.Pokok
Juli (Rp)
Agustus (Rp)
September (Rp)
DOC/ekor
4.000 - 5.000
3.500 - 3.000
1.000 - 500
Pakan/Kg
4.500 - 5.100
5.100 - 5.400
5.000 - 5.400
Ayam Panen/Kg hidup
14.000 - 15.000
BEP = 15.000
14.000 - 13.000
BEP = 13.700
12.000 - 7.000
BEP = 12.000
Kondisi komponen harga pokok primer unggas Tahun 2011 satu siklus panen 60 hari.
Komponen Hrg.Pokok
Oktober (Rp)
November (Rp)
Deseember (Rp)
DOC/ekor
2.000 - 2.500
2.000 - 3.000
0
Pakan/Kg
5.100 - 5.200
5.300 - 5.400
0
Ayam Panen/Kg hidup
13.500 - 14.000
BEP = 14.500
14.000 - 14.200
BEP = 13.900
0
0

Mahalnya harga protein unggas Dalam Negeri seperti yang dilakukan para perusahaan PMA terintegrasi karena mereka melakukan usaha secara Monopoli dan Kartel, perusahaan PMA (dominan menguasai pangsa pasar Nasional) sebagai Leader Price selalu menaikkan harga di DN dan sangat mudah juga menurunkan harga dalam politik dumping-nya. Kenaikan dan penurunan harga DOC serta Pakan ini selalu terjadi secara serempak disemua pabrikan melalui asosiasi yang dikuasai PMA yaitu GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) dan GPMT (Gabungan Prusahaan Makanan Ternak), FMPI, GAPPI, GOPAN.

Selalu mahalnya harga protein unggas akan mengundang masuknya daging impor jika harga produk ayam ras mahal dalam periode panjang. Selama berlakunya UU No.6 Tahun 1967, para perusahaan PMA selalu menjadikan Peternak Rakyat sebagai bamper untuk menghalau protein impor dengan selogan “Daging impor akan mematikan usaha peternak rakyat di dalam negeri” walupun dalam kondisi PMA mengusai pangsa pasar Nasional disaat itu. Berlakunya UU No.18 /2009 yang baru, sebutan Peternak Rakyat sudah dihilangkan dalam UU tersebut (dampaknya banyak rakyat yang tidak beternak lagi) yang ada adalah perusahaan peternakan dan perusahaan yang terintegrasi. Jika ada upaya impor protein asal unggas atau hewan besar lainnya, maka tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa daging impor akan mematikan usaha peternakan rakyat. Jika ada unjuk rasa yang masih memakai pengatas namakan Peternak rakyat, itu adalah pembohongan publik dan mereka itu adalah berasal dari karyawan Peternak/mitra dari perusahaan PMA integrator yang merupakan asosiasi-asosiasi rekayasa dalam perunggasan Nasional.

Seperti berita Harian Kompas tanggal 17 Oktober 2011 yang masih menggunakan kata peternak (berkesan peternakan rakyat) berjudul “Ayam Malaysia Rugikan Peternak Indonesia”.
Pasal dalam UU No.18 Tahun 2009 (Pasalnya diperjual belikan oleh anggota DPR-RI) yang memberi peluang besar kepada praktek Monopoli dan Kartel secara terintegrasi dan PMA bisa menjual hasil produksinya di pasar tradisional didalam negeri adalah :

1. Pasal Dalam UU No.18/2009 yang membolehkan integrasi usaha.
Perhatikan Bab II “Asas dan Tujuan” Pasal 2 UU No.18/2009 : “Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait”.

2. Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrator berbudidaya komersial.
Pasal 29 ayat 1 : “Budidaya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus”.

3. Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrator menjual di dalam negeri.
Pasal 36 ayat 1 : “Pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran hewan atau ternak dan produk hewan di dalam negeri maupun ke luar negeri”.
Hal-hal diatas inilah yang memunculkan permasalahan baru dalam tata-niaga perunggasan Nasional saat ini.

Menurut UU No.5 Tahun 1999 :

Pasal 1. 1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Pasal 11 : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (Pada Assosiasi GPPU selama ini diatur jumlah produksi dan diatur kesepakatan kenaikan harga bibit (DOC) lalu pada assosiasi GPMT diatur produksi pakan dan diatur juga kesepakatan kenaikan harga pakan bersama).

Misi UUD 1945 dibidang ekonomi :
Perekonomian bedasarkan asas demokrasi ekonomi adalah untuk kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, produksi yang penting jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung alam bumi dalam wilayah NKRI adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sehubungan Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan kenyataannya bertolak belakang dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang seharusnya dibatalkan demi hukum dan kembali pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan yang masih relevan sampai saat ini, karena semua yang berkepentingan dalam peternakan terakomodasi dengan adil untuk mencapai tujuan umumnya, yaitu di bidang peternakan dan pemeliharaan kesehatan hewan diadakan perombakan dan pembangunan-pembangunan dengan tujuan utama penambahan produksi, meningkatkan taraf hidup peternak Indonesia, dan untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil, merata, dan cukup.

PPUI usulkan kepada Pemerintah adalah :
1. Segera cabut UU No.18 Tahun 2009, terbitkan Keppres tentang tata-niaga perunggasan Nasional
yang berisi Pasal tentang segmentasi Pasar, lalu kembali kepada UU No.6 Tahun 1967.
2. Segera dibuat Keppres tentang segmentasi pasar dengan cara :
  1. Pasar dalam negeri sepenuhnya untuk pemasaran dari output produksi budidaya peternakan rakyat dan koperasi unggas.
  2. Budidaya peternakan dari perusahaan besar atau PMA-PMDN integrator hanya boleh dipasarkan pada pasar export.
3. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) segera mengungkap tentang pelanggaran
terhadap UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat yang sudah lama terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan besar
PMA.

PMA unggas mendapat Pinjaman Sindikasi Bank Nasional.
Kami merasa prihatin atas pemberian pinjaman tanpa jaminan kepada perusahaan PMA PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk telah mendapatkan fasilitas pinjaman sindikasi Bank sebesar US$.250 juta dari sindikasi 13 bank yang akan digunakan untuk membiayai kembali hutang, mendanai belanja modal, dan sebagai kebutuhan modal kerja. Sindikasi Bank tersebut adalah PT Bank Central Asia Tbk, DBS Bank Ltd/PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Mandiri Tbk, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation cabang Singapura, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Mizuho Indonesia, PT ANZ Panin Bank, PT Bank Rabobank Internationak Indonesia, PT Bank Commonwealth Chang Hwa Commercial Bank Ltd cabang Singapura, Mega International Commercial Bank Co Ltd cabang Offshore Banking, dan Cathay United Bank cabang Labuan.
 
Penandatanganan pinjaman sindikasi itu dilakukan di Ballroom C Grand Hyatt Hotel disaksikan oleh perwakilan Bank dan PT. CPI.
Pemberian pinjaman itu bisa saja untuk menutupi kerugian yang terjadi di Thailand sebagai akibat dari banjir yang berkepanjangan baru-baru ini sehingga diduga kuat adanya capital flight dari Indonesia yang cukup besar.
Diketahui bersama oleh pemerintah bahwa perusahaan PMA ini memiliki andil besar dalam usaha secara Kartel dan Monopoli di usaha perunggasan Indonesia, yang menyebabkan matinya usaha perunggasan rakyat.

Kalau pemerintah mendeteksi tata-niaga perunggasan Nasional saat ini tidak bermasalah, tentu pinjaman sindikasi Bank yang jumlahnya Rp. 2 Triliun lebih tepat diarahkan kepada pemberdayaan Peternakan Rakyat dan pemberdayaan PMDN perunggasan.

DPP-PPUI mengharapkan kepada Pemerintah agar menyetop pinjaman sindikasi tersebut, karena dana tersebut akan digunakan dalam proses perang dagang di dalam negeri menghancurkan usaha perungasan Nasional pada posisi yang paling parah.

Potensi pasar unggas Dalam Negeri yang cukup besar ini dan telah mencapai perputaran uang senilai Rp.130 Triliun/tahun, putaran sebesar ini harus memberikan dampak peluang usaha sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak sesuai dengan misi UUD 1945 dan UU No. 6/1967. Oleh karena itu, para pelaku perunggasan Nasional bersama Pemerintah seharusnya bersegera merubah pola pikir dan pola tindak kearah pemberdayaan masyarakat Indonesia ke depan yang berdaya saing tinggi dalam menyongsong kebangkitan bangsa Indonesia yang diidamkan dan di cita-citakan oleh para pendiri Republik Indonesia tercinta ini selanjutnya masyarakat menantikan tindakan nyata keberpihakan Pemerintah dalam penciptaan pekerjaan dan peluang usaha seluas-luasnya kepada Rakyat Indonesia. (DPP-PPUI)

1 komentar:

  1. Memang Pemerintah SBY bajingan dan dia berhasil menjual dan menggadaikan Negara dan bangsa Indonesia kepada pihak Asing.

    BalasHapus

Mohon komentar dengan bahasa yang santun.