Selasa, 02 November 2010

Pemerintah Mengabaikan Undang-Undang


Pemerintah Mengabaikan Undang-Undang
Dalam Penyediaan Bibit Unggas Berkualitas & Bebas Penyakit
Semua bibit yang dijual kepada konsumen, tidak boleh mengidap penyakit. Hal ini telah ditetapkan dalam UU serta Kepmen dimana Pemerintah ditugaskan untuk membangun dan mengelola sistem informasi veteriner dalam rangka terselenggaranya pengawasan dan tersedianya data dan informasi penyakit hewan. Disamping itu setiap perusahaan yang melakukan pemasukan dan atau pengeluaran hewan, produk hewan dan atau media pembawa penyakit wajib memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan. Memperhatikan ketentuan UU diatas, kenyataan di lapangan dan hampir semua Breeding Farm (BF) di Indonesia telah terkena penyakit AI (Avian Influenza-Flu Burung) dari sejak GPS dan PS sehingga banyak BF yang melakukan culling di kandangnya dan banyak telur tetas dijadikan telur konsumsi (sangat berbahaya bagi konsumen telur). Kejadian ini ditutupi oleh para Breeder bahwa sesungguhnya sumber AI itu ada dikandang para perusahaan BF.
Kejadian AI yang terjadi di BF selama ini tidak terekspose dan sangat nyata ditutup-tutupi untuk mempertahankan opini bahwa penyakit AI yang ada selama ini ada pada sektor 3 dan 4 yaitu peternakan rakyat dan pemeliharaan ayam kampung masysrakat. Dampak dari pembuatan opini pada sector 3 dan 4 selama ini yang terkena AI banyak unggas masysrakat terutama ayam kampung di musnahkan, sehingga terjadi kerugian yang cukup besar pada masysrakat, serta asupan protein yang kurang di masysrakat. Hal ini dapat berjalan kerena pemerintah cq. Kemeterian Pertanian melakukan pengendalian dan penanggulangan penyakit AI secara partial dan nyata melindungi perusahaan besar BF sehingga kasus masyarakat yang terkena suspec AI dijadikan opini publik serta memperkuat penetapan bahwa AI adalah hanya berasal dari sektor 3 dan 4 serta sektor 1 dan 2 dengan bio security yang baik adalah aman dari AI, padahal sektor 1 dan 2 itulah biang penyakit AI di Indonesia lalu menular kepada unggas masyarakat. Selama ini opini yang dibentuk seolah-olah peternakan di masyarakatlah yang bermasalah dengan AI sehingga banyak unggas masyarakat yang dimusnahkan secara paksa.


Suatu bukti nyata sejak Agustus 2004 Perusahaan integrator BF memasukkan telur tetas dari Malaysia yang sedang mewabah penyakit AI dan saat itu pemerintah tidak melakukan tindakan kepada beberapa perusahaan PMA integrator yang mengimpor telur tetas berpenyakit AI tersebut. Ada apa dibalik impor dari Malaysia ini ?

1. PT.Leong Ayam Satu Primadona (PMA dari Malaysia)

- Surat Dirjen Bea & Cukai – Direktorat Pencegahan & Penyidikan No. S-582 /BC.
5/ 2004 tgl 5-10- 2004.; -Rekomendasi Dinas Peternakan Propinsi SUMATRA UTARA No.524.513/2501/Budidaya.; -SPB.Dari Badan Karantina Pertanian Belawan No.2397KH.5 /L.2.3./XIII/2004 tgl.10 Agustus 2004. Jumlah yang diimpor Sebanyak 108.000 butir dalam kemasan 300 karton. Nama kapal KM.Bintang Surya Jaya Voy.No.38/2004 asal Port Klang Malaysia.

2. PT. Charoen Pokphand Ind.Tbk. (PMA dari Thailand)
Sumber : Majalah Poultry Indonesia terbitan November 2004.
Adanya AI (Avian Influenza/Flu Burung) yang saat ini terjangkit secara sporadis pada beberapa wilayah di Indonesia sebagai dampak impor HE dari Malaysia dan Thailand pada bulan Agustus 2004 lalu, secara jangka panjang sangat mengancam dan dapat menghancurkan perunggasan Nasional perusahaan PMDN terutama peternakan rakyat, terbukti pada Desember 2004 dan Januari 2005 hingga periode tahun 2010 ini kasus-kasus AI di pembudidaya Layer (ayam petelur), BF (Breeding Farm) ayam pedaging dan peternak besar ayam puyuh telah terjadi banyak kasus AI yang menyebabkan tingkat kematian ayam yang mendadak dalam jumlah tinggi. Hal ini juga sebagai penyebab terjadinya kelangkaan DOC bagi peternak sehingga harga DOC sangat mahal.

Pengawasan Pemerintah Tidak Jalan.

Dimulai pada awal bulan November 2010 ini, harga DOC yang ditawarkan oleh BF mencapai harga Rp. 5.500,-/ekor serta harga Pakan unggas yang juga masih cukup mahal Rp. 5.300,-/Kg. Membuat harga pokok usaha budidaya menjadi sangat tinggi. Sedangkan harga ayam panen dikandang peternak hanya Rp. 9.000,-/Kg. Hal ini sangat merugikan peternak. Setelah UU No.18/2009 diberlakukan, Pemerintah cq. Kementrian Pertanian malah tidak ada sama sekali melakukan pengawasan terhadap permainan para perusahaan besar PMA integrator untuk sewenang-wenang menaikkan harga sapronak serta merusak harga panen. Kejadian ini adalah sebagai dampak dibolehkannya kandang budidaya perusahaan PMA untuk memasuki pasar Dalam Negeri terutama pasar tradisional.

Konspirasi Bisnis Internasional menggunakan Flu Burung & Flu Babi.

Merebaknya pandemik flu babi di dunia, termasuk di Indonesia, disinyalir kuat terjadi karena ada unsur kesengajaan pihak tertentu dalam mencari keuntungan bisnis. Demikian dikatakan pengamat intelijen, Suripto (Detik News, 13/07/2009).
Dia mengaku pernah bertukar pikiran dengan Menkes Siti Fadillah Supari pada 2008 lalu, saat ramai-ramai kasus flu burung lalu.
“Besar kemungkinannya ini juga ada operasi intelijen bisnis, dari kompetitor perusahaan multinasional yang bercokol di Jerman dan yang di Swiss,” tambah mantan pejabat Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu.

Perusahaan Farmasi Baxter "Tanpa sengaja" Mengirim Vaksin Flu Burung yang Terkontaminasi ke 18 Negara

Perusahaan (Baxter) yang melepaskan bahan virus flu yang terkontaminasi dari sebuah pabrik di Austria dikonfirmasi Jumat yang mana produk percobaan berisi virus-virus flu burung H5N1 yang hidup. Seorang pejabat WHO yang beroperasi di Eropa mengatakan badan itu memonitor dari dekat penyelidikan pada fasilitas riset milik Baxter International di Orth-Donau, Austria. Produk yang dicemari adalah suatu campuran dari virus-virus influensa musiman H3N2 dan virus-virus H5N1 tidak berlabel, yang disuplai untuk sebuah perusahaan riset Austria. Seorang subkontraktor di Republik Czech menyuntik sejenis musang dengan produk itu dan mati. Jenis musang seharusnya tidak mati oleh virus-virus flu H3N2 yang berasal dari manusia. Pelepasan tidak disengaja suatu campuran hidup virus-virus H5N1 dan H3N2 bisa menimbulkan konsekuensi-konsekuensi mengerikan. Proses pencampuran, yang disebut memvariasikan kembali, adalah salah satu dari dua jalan pandemik virus diciptakan.

Perjangkitan flu babi tahun 2009: Laporan khusus oleh Dr. Leonard Horowitz mencakup industri vaksin untuk genocide

Hallo, saya Dr. Leonard Horowitz, dan ini adalah satu buletin berita mendesak tentang satu jenis flu baru yang disebutkan disiarkan ketika perjalanannya dari Mexico memasuki Amerika Serikat (AS). Sejumlah stok roket udara di Novavax, Inc. mempercepat berlusin-lusin kematian akibat influensa di Mexico yang mencakup suatu jaringan Anglo-American yang terkemuka dari para insinyur genetika dalam suatu komplotan untuk melakukan genocide (pemusnahan manusia). Dr. James S. Robertson, insinyur biologi terkemuka dari Inggris di bidang virus-virus influensa untuk industri vaksin bersama sebuah badan penyelenggara yang aktif dari lembaga pendanaan pemerintah AS untuk kontrak pertahanan biologi yang komersial, di samping dengan beberapa partner pada Pusat pemerintahan AS untuk Kontrol Penyakit (CDC) membantu Novavax, Inc. di Bethesda Maryland, memproduksi kombinasi ulang yang dimodifikasi secara genetik dari virus flu burung, babi, H5N1 dan H1N1 – hampir serupa dengan virus yang menyerang orang Mexico yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sekarang sudah menyebar ke AS.
Sumber : http://conspiracyrealitytv.com/bird-flu-swine-flu-hoax-conspiracy-the-mandatory-vaccination-and-population-reduction-agenda/

Tidak tertutup kemungkinan yang sangat kuat karena mentalitas para pejabat Pemerintah Indonesia yang telah berbudaya korup, membeli vaksin AI berkualitas rendah di pasar gelap dengan branding yang sama yang harganya murah dengan menggunakan dana APBN. Terbukti selama Indonesia menggunakan vaksin AI sejak Desember 2004 dan Januari 2005 hingga periode tahun 2010 ini, penyakit AI masih saja muncul bahkan digunakan dalam politisasi bisnis untuk memonopoli pasar unggas DKI dalam membuat Perda DKI No.4 Tahun 2007.

Meninjau program pemerintah yang telah dicanangkan seperti “Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis. Output kegiatan ini adalah penguatan kelembagaan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan PHMS dan zoonosis, perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik, serta terjaminnya mutu obat hewan. Indikator kegiatan ini adalah kemampuan mempertahankan status "daerah bebas" PMK dan BSE serta AI, dan peningkatan status wilayah, Penguatan otoritas veteriner melalui pertumbuhan jumlah puskeswan yang terfasilitasi, penguatan otoritas veteriner melalui pertumbuhan jumlah laboratorium veteriner kelas C yang terfasilitasi, surveilans nasional PHMSZE (prevalensi dan atau insidensi), dan ketersediaan alsin dan obat hewan bermutu.” Program tersebut kenyataannya dilapangan tidak dijalankan seutuhnya dan berkesan manipulatif dimasyarakat.
Melalui media ini, PPUI mempertanyakan kualitas vaksin AI yang berasal dari Pemerintah cq. Dirjen Bina Produksi Peternakan Kementan RI. melalui Dinas Peternakan di daerah karena pada beberapa kasus AI di beberapa daerah, banyak vaksin yang gagal sehingga menimbulkan tingkat kematian dan kerugian yang besar diderita oleh peternak rakyat. Belum lagi alat tes penyakit AI bernama “RapidTes” yang sangat tidak akurat yang telah dibeli pemerintah dengan biaya mahal. Berdasarkan kinerja Pemerintah dengan kenyataan ini, PPUI mempertanyakan khususnya porsi dana kepada Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat umumnya Direktorat Bina Produksi Peternakan Deptan-RI sudah sampai berapa besar efektifitas dan efisiensi penggunaan dana penanggulangan wabah tanggap darurat Flu-Burung sebesar Rp. 200,- Milyar ?(APBN TA.2004). Agar tidak terjadi penafsiran masyarakat yang negatif kepada aparat pelaksana Pemerintah, pertanggungan-jawab realisasi dana sebesar itu, harus segera di-audit secara baik dan benar serta hasil pemeriksaannya diumumkan kepada masyarakat peternakan.
Kami dari PPUI menyatakan bahwa pemerintah tidak bersungguh-sungguh untuk melindungi masyarakat Indonesia terhadap penyakit AI bahkan pemerintah melalui para oknum pejabat sejak di pusat sampai daerah memanfaatkan kasus AI ini untuk dijadikan proyek pemerintah yang ekornya adalah manipulasi dana proyek dan terbukti sudah ada yang dijatuhi sanksi hukum akan tetapi baru beberapa oknum saja yang lainnya belum diproses adakah permainan uang dengan aparat penegak hukum selama ini ?. (PPUI) (000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar dengan bahasa yang santun.