Minggu, 24 Mei 2009

DPR-RI (2004-2009) Komisi IV Syahkan RUU-PKH Tanpa Hati Nurani

Pola Sistem Usaha Perunggasan Nasional BerubahKepada Pola Usaha Industri Kapitalisme Integrated
Tanpa Hati Nurani UU PKH baru telah disyahkan DPR-RI


Dengan wajah sumringah, Mentan RI Anton Apriyantono, mengatakan pada rapat Paripurna DPR-RI tanggal 12 Mei 2009 bahwa “hingga saat ini usaha peternakan rakyat masih mendominasi usaha peternakan Nasional jumlahnya 95% dari jumlah keseluruhan Peternak di Indonesia”. Selanjutnya dikatakan Mentan RI Anton Apriyantono, “UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan kebutuhan mendesak dalam memberikan perlindungan kepada Peternak dan usaha peternakan rakyat disamping perlindungan dari berbagai penyakit”.

Rapat Paripurna DPR-RI pada tanggal 12 Mei 2009 merupakan momentum kehancuran usaha Peternak Rakyat dan merupakan babak baru pemantapan industri perunggasan secara terintegrasi untuk PMA.
Luar biasanya, sehingga mengundang banyak tanda tanya, Rapat ini dilakukan menjelang berakhirnya tugas DPR-RI pada bulan Agustus 2009 yang akan datang. Padahal PPUI telah beberapa kali ingatkan Pemerintah & DPR-RI dengan beberapa surat dan Media Massa untuk membatalkan RUU-PKH ini karena inkonstitusional terutama melanggar UUD 1945 dan UU yang lainnya.

Perputaran Uang di Unggas Nasional Per-Tahun



-->
Omzet Per-Tahun Bisnis Unggas Ayam Ras Nasional Dari Da.ta Terbaru
Diluar Bisnis Bahan Baku Pakan & Fast Food.
DOC 1,5 Milyar ekor a Rp. 3,750,- ..............................................................................................= Rp. 5.625.000.000.000,-
Ayam Panen 2 Milyar Kg a Rp. 12,500,-..................................... = Rp. 25.000.000.000.000,-
Karkas Daging 1,5 Milyar Kg a Rp. 20.000.............................= Rp. 30.000.000.000.000,-
Telur Ayam 1 Milyar Kg a Rp.12.000,-.................................... = Rp. 12.000.000.000.000,-
Pakan (Feed) 8 Milyar Kg a Rp. 4.800,-................................... ............................................= Rp. 38.400.000.000.000,-
Obat – Vitamin (5%) .……………….............................…… = Rp.     5.551.250.000.000,-
Jumlah perputaran uang di Usaha Unggas .........................…= Rp.116.576.250.000.000,-
                                                                                                                                                      ( Rp. 116,5 Trilliun )

Senin, 11 Mei 2009

Dokumen Diserahkan Kepada MABES-POLRI & KPK


-->
Kronologis kasus manipulasi subsidi

Bungkil Kacang Kedelai Rp.840 Millyar lebih Tahun 1998

Bahan untuk Berita Acara di MABES-POLRI & KPK
dibuat & telah diserahkan DPP-PPUI
Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) telah memasukkan data-data ini kepada MABES POLRI pada 11 Juli tahun 2003 pada periode transisi kepemimpinan antara Megawati dan SBY. Dimedia massa elektronika dan cetak diblow-up sangat besar dengan exspose “Kasus Pakan Ternak” dan dipakai oleh SBY didalam program 100 hari kepemimpinan SBY. Secara tiba-tiba, kasus ini tenggelam dan berkesan dibekukan. Ada apa dengan kasus BKK ini ?

Media Cetak
Judul Pada Halaman
Tanggal Terbit
1. Media Indonesia
Setelah Pasti Tersangka, Beddu Bisa Dicekal
3 Januari 2004
2. Kompas
Beddu Amang dan Empat Pengusaha Disangka Korupsi Pakan Ternak
3 Januaru 2004
3. Koran Tempo
Polisi Tahan Lagi Tersangka Skandal Pakan Ternak
24 Januari 2004
4. Kompas
Pemberkasan Korupsi Pakan ternak “Berumur” Setahun
1 April 2005
5. Kompas
Syamsir Siregar à PMA Segera Berhenti berinvestasi di Indonesia
9 Februari 2004
Sebelumnya juga PPUI telah menyampaikan kepada ICW (Indonesian Corruption Wacht) akan tetapi ICW tidak menyambut pengungkapan kasus ini (pada saat penyerahan diruangan ada Sdr Teten Masduki) Pada saat kasus ini mandeg seolah dibekukan, PPUI juga telah menyampaikan bundle dokumen ini kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Kuningan-Jakarta pada tanggal 4 Maret 2008 dan 3 Mei 2008 (Bukti Penerimaan Laporan dari KPK No.2008-03-000040 tgl 4 Maret 2008) sampai saat ini belum ada penjadwalan kelanjutan untuk pengungkapan kasus Korupsi Pakan Ternak ini bahkan feedback tanggapan KPK belum diterima DPP-PPUI.

Jumat, 01 Mei 2009

PMA Asing Kuasai Bisnis Unggas Nasional Rp.100 Triliun


PMA Integrator Asing

Menguasai Bisnis Unggas Rp.100 Trilliun per Tahun


Membaca harian PR terbitan hari Kamis tanggal 12 Juni 2008, ada anggota DPR Komisi IV Ir. Syamsul Hilal mengatakan : “bahwa telah 13 Tahun di DPR, RUU PKH belum selesai dan mendorong agar segera disyahkan karena bukan hanya masalah Zoonosis tapi juga RUU ini memberikan perlindungan extra kepada Peternak Rakyat yang persentasenya 95% dari peternak Nasional serta UU No.6 Tahun 1967 sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman”.

Kami selaku pengurus DPP-PPUI Dewan Pimpinan Pusat (Perhimpu­nan Peternak Unggas Indonesia) atas nama Peternak Unggas Petelur & Pedaging seluruh Indonesia, merasa sangat perlu untuk menjawab pernyataan yang bertentangan dan sangat menyimpang dari Ir. Syamsul Hilal sebagai anggota DPR Komisi IV tersebut.

Bahwa telah terjadi upaya untuk mengganti UU No.6 Tahun 1967 (tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan) menjadi UU yang baru (Rancangan Undang Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan = RUU-PKH) dan didalam Pasal-Pasal-nya telah dimasuki oleh pemikiran kepentingan perusahaan PMA dalam usaha perunggasan Nasional yang selanjutnya menghilangkan peran dan sebutan peternakan rakyat didalamnya. Kita ketahui bersama bahwa amanat bedasarkan UU No.6 Tahun 1967, “Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan” (Pasal 10 ayat 1). Kenyataan yang terjadi, Pasal ini dihilangkan dalam RUU-PKH. Selanjutnya usaha peternakan rakyat sebelumnya telah dimatikan, dengan cara para perusahaan besar PMA mengusai usaha industri dari hulu sampai kehilir yaitu dengan Kartel dan Memonopoli bisnis perunggasan Nasional (Saat ini telah menguasai lebih 50% pangsa pasar Nasional).

Saat ini se-olah-olah ada upaya menyelenggarakan peternakan yang melibatkan rakyat, akan tetapi sesungguhnya adalah exploitasi potensi rakyat yang menyebutkannya dengan peternakan unggas kemitraan.


Para perusahaan besar PMA bebas melakukan budidaya komersial farm atas nama Kemitraan dan menjual seluruh hasil produksinya ke pasar tradisional di dalam negeri yaitu pasar yang telah lama dibentuk dan dibina oleh para Peternak Rakyat. Harga di pasar tradisional selalu hancur apabila hasil panen dari kandang perusahaan besar PMA masuk. Peternakan rakyat kemitraan ini, adalah merupakan kepanjangan tangan dari usaha integral monopolistis yang dilakukan oleh perusahaan besar PMA integrator.

Integrasi usaha yang digembar-gemborkan untuk terciptanya efisiensi produksi, tidak berlaku pada usaha perunggasan Nasional buktinya selama ini, dengan keberadaan PMA di Indonesia, harga DOC dan Pakan adalah yang sangat mahal didunia kemudian Indonesia tidak pernah swasembada jagung untuk menciptakan efisiensi harga Pakan unggas.

#. Efisienkah perusahaan PMA integrator ?

Kalaulah PMA integrator efisien maka harga DOC dan Pakan akan sangat kompetitif. Kenyataannya produksi DOC BEP Rp.2.000.- dijual kekonsumen Rp.3.600,-/ekor. Pakan/Feed BEP Rp. 3.000,- dilual kekonsumen Rp.4.800,-/Kg. Apakah ini dikatakan efisien ? Harga yang dijual kepada masyarakat adalah sangat mahal dari hasil produksi PMA integrator. Harga karkas bersih untuk ayam pedaging di konsumen menjadi Rp. 20.000,- s/d Rp. 25.000,-/Kg sedangkan harga karkas bersih di AS hanya US $.1,2,-/Kg. Bagaimana mungkin PMA integrator dikatakan efisien pada kenyataan dipasar Nasional DOC, Pakan dan Karkas unggas adalah termahal didunia. Integrasi dasarnya adalah kompetitif dan PMA integrator seharusnya dapat mengekspor hasil unggas akan tetapi selama ini PMA integrator yang ada di Indonesia sepenuhnya hanya memanfaatkan potensi pasar Dalam Negeri (DN) serta merampas pasarnya para peternak rakyat. Tidak ada kemampuan untuk export hasil unggas secara berkelanjutan. Berikutnya adalah exploitasi kepada konsumen produk unggas di Indonesia.

#. Perusahaan PMA integrator merampas lahan usaha Budidaya dan mematikan Usaha Unggas Rakyat :

Sangat sering terjadi kenaikan harga DOC (Day Old Chick) sebagai bagian dari salah satu komponen harga pokok usaha peternakan rakyat. Pada saat ini kembali para perusahaan besar yang tergabung dalam assosiasi Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) bersama Gabungan Pengusaha Peternakan Indonesia (GAPPI) kembali melakukan kejahatan kelasiknya menaikkan secara serempak harga DOC.

Untuk yang kesekian kalinya, sejak Bulan Agustus 2002 yang lalu sampai Januari 2008 telah terjadi berkali-kali kenaikan harga DOC secara serempak disemua perusahaan Breeding Farm (BF) PMA maupun PMDN dari harga rata-rata Rp. 2.000,-/ekor menjadi >Rp. 3.600,-.

Perdagangan Pakan dan DOC tidak ditentukan oleh harga berdasarkan permintaan dan penawaran konsumen serta persaingan efisiensi yang sehat dikalangan industri Pakan dan Bibit ayam, akan tetapi ditentukan dengan selera bersama para perusahaan Pakan dan Breeding Farm melalui asosiasi GPMT dan GPPU. Perusahaan yang tidak kompak dalam kesepakatan harga Pakan dan DOC yaitu menjual dibawah harga yang ditetapkan, diberi sanksi oleh GPMT dan GPPU. Tingkat harga Pakan dan DOC serta pasokannya ditentukan secara Kartel. Perilaku usaha unggas semacam ini telah berlangsung lama dan terjadi ketidak pastian usaha hingga semakin menambah barisan panjang kematian usaha peternakan rakyat kecil yang saat ini hanya tinggal 7% dari ±80.000 peternak unggas rakyat di Indonesia. Mayoritas usaha peternakan rakyat yang tinggal 7% selama ini, dijalankan dan dikelola oleh para alumnus perguruan tinggi sehingga manajemen usaha peternakan rakyat sangat mengenal Manajemen Usaha serta aspek-aspek efisiensi yang harus diterapkan didalamnya. Terbukti dalam kondisi yang sangat berat saat ini, masih banyak peternak rakyat yang masih bisa bertahan. Hal ini menunjukkan betapa sistem efisiensi telah terjadi dan berjalan dalam usaha peternakan rakyat.

Saat ini PMA telah menguasai pangsa pasar Nasional sebesar lebih dari 50% selama 13 Tahun ini telah terjadi pelanggaran terhadap UU No.6 Tahun 1967 dengan cara Kartel dan Monopoli usaha yang dilakukan oleh PMA integrator dari Thailand. Haklikat dari penggantian UU No.6 Tahun 1967 adalah pengambil-alihan/perampasan wilayah usaha perunggasan rakyat dan melegalkan kejahatan ekonomi yaitu Kartel dan Monopoli yang dilakukan oleh PMA unggas selama ini.

#. Perputaran uang saat ini pada usaha perunggasan Nasional .

Perputaran uang pada Bisnis perunggasan Nasional mencapai Rp. 100 Trilliun/Tahun.

- Kebutuhan Pasar Daging Unggas Nasional ± 1,7-2 Juta Ton/Tahun.(70% x 2M x Rp.20.000,-/Kg)… Rp. 28,00 T

- Telur ayam ± 1 Juta Ton/Tahun (1 M x Rp. 10.000.-/Kg) ………………………………………………... Rp. 10,00 T

- Ayam Panen dari kandang budidaya (2 Juta Ton x Rp.12.000,-/Kg) …………………………………… Rp. 24,00 T

- Kebutuhan DOC ± 1,5 Milyar ekor/Tahun (1,5 M x Rp. 3.500,-/ekor) ………………………………….. Rp. 5,25 T

- Kebutuhan Pakan ± 7 Juta Ton/Tahun. (7 M x Rp. 4.000,-/Kg) ……………………..………………….. Rp. 28,00 T

- Obat & Vitamin. (5%) ….…………………………………………………………………………………...…. Rp. 4,60 T

Bila keuntungan minimal usaha PMA 15%/Tahun, berarti ada Rp. 15 Trilliun/Tahun, bila UU-PKH berumur 30 tahun maka UU tersebut dapat mendatangkan keuntungan pada sektor usaha perunggasan sebesar Rp. 450 Trilliun. Selama ini bisnis perunggasan Nasional dikuasai lebih 50% pangsa pasar oleh satu perusahaan PMA yang selama ini menseponsori penggantian UU No.6 Tahun 1967.

Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit Flu Burung Nasional, terjadi ketidak adilan pelaksanaan pemusnahan unggas. Yang dimusnahkan selama ini adalah ayam miliknya masyarakat apabila terdeteksi adanya manusia suspek Flu Burung. Padahal kita ketahui kandang Breeding Farm miliknya perusahaan PMA banyak yang terkena Flu Burung. Telah terjadi pembantaian ayam kampung sebanyak lebih 100 juta ekor sehingga asupan protein dari ayam kampung akan beralih kepada ayam ras yang telah didomonasi oleh PMA integrator.

#. UU No.6 Tahun 1967 masih sangat relevan.

UU No.6 Tahun 1967 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, masih sangat relevan untuk kepentingan masyarakat banyak dalam rangka mencukupi kebutuhan protein, meningkatkan kesempatan berusaha, ekspor dan kesejahteraan rakyat secara adil dan jauh kedepan serta mempertahankan yang tidak bisa ditawar-tawar adalah dalam UU No.6/1967 pada Pasal 10 tentang Peternakan Rakyat ayat (1) Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan. Serta Bab II Pasal 8 Tujan peternakan “ Peternakan diselenggarakan dengan tujuan untuk : butir c. mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak” dan pasal-pasal ini merupakan amanat didalam UUD 1945 dan merupakan hak rakyat. Dalam kata lain, PPUI menghendaki UU No.6/1967 agar tetap dipertahankan dan Pemerintah konsekwen untuk menjalankannya.

Berdasarkan hal di atas, sebenarnya RUU-PKH adalah inskontitusional dan para perusahaan besar PMA dan kelompoknya serta Pemerintah telah melanggar :


UU No.6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan & Kesehatan Hewan yang masih berlaku sampai saat ini terutama melanggar Pasal 5, Pasal 8c dan Pasal 10 ayat 1;2. Bagi Pemerintah yang tidak menjalankan UU juga harus bertanggung jawab karena membiarkan/membebaskan para pelanggar UU dalam periode yang cukup panjang.

UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yaitu Pasal 1,2,3,4 dan Pasal 6,7,8,9,10,11,12,13,14, Pasal 16, Pasal 26,27,28,29,30,31.

UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Pasal 2,3,4,5,6,7, Pasal 11,13,,14,15 dan Pasal 17.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.


PPUI berharap, potensi pasar Dalam Negeri yang cukup besar ini, harus memberikan dampak peluang usaha sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak sesuai dengan misi UU No. 6/1967. Budidaya peternakan & market tradisional adalah asset daerah, Membuat UU ibarat menyusun hadist shoheh harus memiliki pengetahuan yang luas & lengkap serta bebas dari kepentingan pribadi/golongan karena menyangkut nilai kesejahteraan rakyat banyak, berapa lama atau berapa kali seminar/pembahasan kalau tidak memenuhi persyaratan diatas tidak akan bermanfaat UU tersebut bagi masyarakat. Bila dipaksakan bakal ada masalah dikemudian hari.

Oleh karena itu, para pelaku perunggasan Nasional bersama Pemerintah bersegera merubah pola pikir dan pola tindak kearah pemberdayaan masyarakat Indonesia.(asw)